Tandai
Memuat...

Kegiatan karbon di hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba di Kabupaten Bungo, Jambi , telah dilakukan oleh masyarakat dan Komunitas Konservasi Warsi Indonesia sejak tahun 2018 di bawah proyek Pembayaran Jasa Ekosistem. Proyek ini bertujuan untuk mendukung kapasitas masyarakat yang bergantung pada hutan di lima desa untuk melindungi hutan lindung seluas 7.291 hektar dalam menghadapi perubahan penggunaan lahan yang cepat untuk kelapa sawit. Pada bulan Agustus 2023, mahasiswa pascasarjana Yuti Ariani melakukan penelitian lapangan di lokasi ini untuk memahami aktivitas karbon dan praktik digital. Buku catatan ini menyajikan cerita dari lapangan.

Sungai Telang

Wawancara tentang Praktik Digital di Sungai Telang, Jambi

Pada tanggal 23 Agustus 2023, postdoc Smart Forests Yuti Fatimah (YAF) bergabung dengan fasilitator LSM KKI Warsi, Famila Juniarti, dan dua orang surveyor hutan, Alpirkon (AP) dan Adnin, ke hutan desa Sungai Telang.

YAF joined forest surveyors to Sungai Telang forest, 23 August 2023

Para surveyor hutan menunjukkan cara menggunakan aplikasi untuk memandu pemantauan hutan.

Dalam wawancara ini, Alpirkon dan Adnin, anggota tim patroli hutan, berbagi wawasan tentang survei hutan yang mereka lakukan baru-baru ini dan alat-alat yang mereka gunakan. Tim yang terdiri dari 15-20 orang ini memasang papan nama di lebih dari 1.000 hektar kawasan hutan. Orang-orang ini dibagi menjadi dua tim yang masing-masing beranggotakan 10 orang. Pemasangan 60 papan nama membutuhkan waktu empat hari, tergantung pada kondisi medan. Untuk survei, mereka menggunakan Avenza Maps, sebuah aplikasi yang memandu rute dan kemajuan mereka, dengan penanda yang menunjukkan lokasi mereka. Tim ini juga menggunakan perangkat GPS untuk melacak dan berpotensi membuat peta hutan desa di masa depan. Pelatihan dari KKI Warsi membekali mereka dengan keterampilan menggunakan Avenza Maps dan alat GPS. Tim melakukan survei lapangan setiap tiga sampai empat bulan sekali, mengunjungi kembali penanda yang telah dipasang sebelumnya dengan mengikuti petunjuk di Avenza Maps. Perangkat GPS disinkronkan dengan peta Avenza, menampilkan jejak perjalanan mereka.

Lubuk Beringin

Hutan Lubuk Beringin

Desa Lubuk Beringin, yang terletak di Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi , memiliki luas wilayah 2.800 hektar, di mana 84 persen di antaranya diperuntukkan bagi hutan lindung daerah aliran sungai (Akiefnawati dkk., 2010a). Pada tahun 1997, desa ini bergabung dengan program Integrated Conservation and Development Project (ICDP) - Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang dikelola oleh LSM KKI-Warsi untuk membuat peraturan desa tentang pelestarian lingkungan. Kesepakatan tersebut mencakup komitmen seperti melestarikan kawasan hutan, tidak mengolah lahan dengan kemiringan lebih dari 80 derajat, dan menanam bambu di sepanjang bantaran sungai untuk mencegah erosi dan longsor. ICDP-KSNP berakhir pada tahun 2002 karena evaluasi menunjukkan bahwa tujuannya tidak tercapai (Akiefnawati et al., 2010a). Meskipun gagal, program ini memungkinkan terjalinnya hubungan antara penduduk desa setempat dan LSM KKI-Warsi dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan konservasi keanekaragaman hayati.

Pada tahun 2008, KKI-Warsi melakukan pendekatan kepada pejabat Lubuk Beringin mengenai peluang untuk mengajukan izin pengelolaan hutan di wilayah mereka (Sari, 2013). Hal ini berujung pada peristiwa dimana Menteri Kehutanan secara resmi memberikan hak pengelolaanHutan Desa kepada Lubuk Beringin pada tanggal 30 Maret 2009. Meliputi hamparan seluas 2.356 hektar di dalam Hutan Bukit Panjang-Rantau Bayur, kawasan ini sekarang berada di bawah pengelolaan pemerintah desa Lubuk Beringin (Akiefnawati et al., 2010b). Kawasan hutan ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan berdasarkan proposal yang disiapkan oleh desa dan diajukan oleh bupati. Kementerian Kehutanan mengeluarkan izin pengelolaan selama 35 tahun, di mana desa membentuk lembaga pengelolaan hutan yang bertanggung jawab untuk membuat rencana pengelolaan komprehensif selama 35 tahun beserta rencana tahunan. Di hutan lindung seperti Hutan Desa, aliran pendapatan terbatas karena lokasi hutan berada di daerah yang secara ekologis penting, seperti lereng curam yang rentan terhadap erosi atau daerah tangkapan air . Kegiatan yang dilakukan terbatas pada pemanenan hasil hutan non-kayu, tetapi masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan penghijauan untuk menghasilkan pendapatan melalui REDD+ atau skema pembayaran jasa ekosistem.

Tag Terkait

/
radio hutan pintar